About me

Foto saya
the one who interfuse her rebellion with faithfulness
Feeds RSS
Feeds RSS

Senin, 24 April 2017

Rinjani : The Beautiful Yet Strong Creature from Indonesia


Segara Anak dari Puncak Gunung Rinjani, 3726 MDPL, Lombok - NTB

"Arjuno, Welirang, apa Buthak? pilihen itu" - gangga, March 20, 2017 -

"Nggak pengen Rinjani taa? *emot nangis sambil ketawa*" -intan, March 23, 2017 -

"Yo pengen reek" - gangga, March 23, 2017 -

"Kapan? Ndang tentuin tanggal" - intan, March 23, 2017 -

"aku nggak bisa bulan ini, tgl segini ada ini aku ada acara blablablablabla *&%$^#^&^% &*^*%&^$ &$^#%^#" - gangga, March 23, 2017 -

"Wes tak beliin tiketnya, jadi brangkat 10-14 april yee, paling jelek ya reschedule kalo ternyata harus ditunda" - intan, March 27, 2017 -

"siap deh *emot nangis sambil ketawa*" -gangga, March 27, 2017 -

Kira-kira begitulah percakapan via whatsapp antara kakak-butuh-liburan-rindu-pegunungan-yang-jatah-cutinya-masih-banyak dengan adik-sok-sibuk-kuliah-organisasi-blablabla-padahal-pacaran-aja. Thanks to aplikasi online ticketing masa kini tr*veloka beserta promo-promo menggemaskannya sehingga kita bisa dapat tiket sby-lombok pp dengan cukup murah.

10 April 2017

06:00 WIB - Kita sudah standby di Bandara Juanda. Repacking, berusaha mengatur dan menjejalkan perlengkapan ke dalam 2 carrier kita untuk bertahan di pulau orang 5 hari kedepan..

Di gunung di pulau orang lebih tepatnya..

Sebelum sukses boarding, beberapa kali kami terkendala screening oleh mas-mas dan mba-mba petugas bandara. Pertama, carrier Gangga terdeteksi membawa 4 kaleng berisi gas butana. Bodohnya tidak seorangpun dari kami ingat bahwa tidak boleh membawa bawaan apapun yg berisi gas ke dalam pesawat. Jadi kami harus meninggalkan 4 kaleng tersebut. Gampang lah nanti bisa cari di Ind*mart sesampainya di Lombok. Kesalnya kita harus bongkar lagi carrier Gangga yang sudah fit itu. Akhirnya kedua carrier kami bisa masuk bagasi dengan biaya tambahan karena ternyata berat carrier Gangga mencapai 27 kg, sedangkan maksimal berat bagasi untuk setiap tiket adalah 20kg. Berat carrierku? Ternyata hanya 11 kg hahahaa…

Kedua, saat screening untuk boarding, di tas selempang Gangga terlihat ada pisau lipat berukuran sangat kecil. Aaah masuk kabin pesawat tidak boleh membawa sajam leeee, kalo di bagasi boleh -_- Solusi dari petugas adalah tambah bagasi lagi agar si pisau lipat kecil mungil bisa ikut terbang bersama kami. Kita pun kembali ke loket check in untuk tambah bagasi. Sesampainya disana ternyata seluruh bagasi telah dimuat dalam pesawat sehingga tidak memungkinkan untuk tambah bagasi lagi. Gangga bersikeras nggak mau ninggal pisau kecilnya karena harganya yg lumayan, akhirnya setelah muter sana-sini si pisau lipat kita titipkan pada salah satu petugas maskapai dengan berdasar kepercayaan dan tukeran nomor hp :'D

Jadi, buat teman-teman yang mau hiking dengan perjalanan menggunakan pesawat, ingat ya...
1. Jika memakai kompor, beli gas butananya di kota tujuan saja, karena tidak diperbolehkan bawa gas dalam bentuk apapun ke dalam pesawat baik itu di bagasi atau kabin.
2. Seluruh peralatan tajam dimasukkan carrier untuk dibagasikan, jangan dibawa ke dalam kabin.

13:00 WITA - Sampai di BIL (Bandara Internasional Lombok). Hal pertama yang kita lakukan adalah.. CARI MAKAN.. Hahahaa. Para penyedia jasa antar mobil sudah paham sekali dengan penampakan kami yg pasti tujuannya adalah Rinjani, sengaja kita langsung memakai sepatu dan baju treking sejak di perjalanan untuk meminimalisir barang bawaan. Sembari menghargai penawaran2 mereka, kami sekedar bertanya biaya untuk jasa antar ke pos pendakian sembalun menggunakan mobil. Ternyata harga yg mereka pasang sama persis dengan sharing dari teman-teman yg sudah pernah kesini. 

Setelah kenyang, kita melihat ada Alf*mart Plus Bandara, tidak menemukan kaleng gas butane di deretan raknya yang rapi, kita pun bertanya pada mba-mba kasir. Ternyata ada seorang petugas bandara yang sedang istirahat mendengar kita sedang mencari gas butane. Baiknya Mas Agung (mas petugas bandara)  menawarkan gas butanenya yang masih tersimpan dan belum terpakai, ternyata Mas Agung juga suka naik gunung. Sambil berjalan menuju lokernya kita berbincang, beliau sudah beberapa kali naik Rinjani dan berharap bisa ke Semeru suatu saat nanti. Dan lagi2 kita dibantu Mas Agung untuk bisa dapat harga antar mobil lebih murah, karena beliau ada kerabat yg juga biasa mengantar pendaki ke pos pendakian. Kalo dihitung-hitung kita hanya bayar 70%  dari harga seharusnya, sangat lumayan karena budget untuk sekali antar mobil ini harganya sama dengan tiket pesawat pp kita sby-lombok :'D

Sambil menunggu kerabat Mas Agung datang menjemput,  kita sholat dulu di mushola bandara, Mas Agung mempersilakan kami untuk menitipkan carrier di lokernya. Setelah selesai sholat, Mas Agung telepon bahwa beliau harus pamit dulu karena sudah waktunya bertugas. Carrier beserta jemputan kami sudah siap di parkiran untuk mengantar. Tidak sempat bertemu lagi, kita mengirimkan sms kepada beliau, terimakasih banyak Mas Agung.. :)

Mas Deny dan Mas Lale yang akan mengantar kita ke pos Sembalun. Kita terkesima melihat mereka menyambut dengan pakaian tidak biasa, menggunakan sarung pendek bermotif tenun, kemeja hitam dan putih, serta semacam udeng di kepala dengan bahan dari tenun juga. Kita kira mereka berpakaian seperti itu untuk mengantar kita, ternyata mereka baru saja menghadiri acara pernikahan dan belum sempat ganti pakaian, hahhahaa udah gr padahal.

Perjalanan dari bandara menuju sembalun memerlukan waktu 3 jam, di perjalanan kita banyak ngobrol dengan Mas Deni dan Mas Lale, bertanya-tanya tentang Lombok, dari wisata, bahasa, sampe curhatan mereka yg asli Lombok tapi belum pernah naik Rinjani, sedangkan para turis dari seluruh dunia datang je Lombok hanya untuk mendaki Rinjani. Tak lupa kita mampir ke beberapa Ind*mart untuk cari gas butana dan air mineral untuk pendakian. Mas Deny dan Mas Lale orang yg sangat sabar dan sopan, kita mengalami beberapa kendala di perjalanan sehingga mereka harus kehilangan spion kanannya. "Tiga tahun kita nganterin pendaki bandara-sembalun-senaru mbak, tapi baru kali ini kita kehilangan spion, Mbak Intan sama Mas Gangga jangan kapok yaaa" candanya sambil tertawa. Kita juga sudah janjian agar djemput kembali di pintu pendakian senaru tgl 15 nanti, waktu dan tempatnya nanti akan kita hubungi lagi.

16:00 WITA - Kita baru sampai di pos pendakian Sembalun. Setelah berpamitan dengan Mas Deny dan Mas Lale, kita disambut oleh petugas pos pendakian. Awalnya dia melarang kita untuk mendaki sore itu juga karena hari sudah hampir petang dan tidak ada pendaki lain yg akan berangkat selain kita berdua. Tapi setelah meyakinkan bahwa kita hanya akan jalan sampai pos 2, kita pun dipersilakan untuk registrasi. Simaksi hanya perlu mengisi data pendakian, membayar tiket masuk perhari yg harganya lebih murah dari tiket masuk gunung2 di Jawa, kemudian kita dibekali sebuah kantong besar oranye untuk membawa sampah kita kembali turun. Thats all..

Kita beristirahat sebentar di sebuah pondok sembari menyiapkan diri untuk mendaki, niatnya sih repacking carrier, Gangga ingin ganti celana treking, dan ingin makan lagi di warung penduduk untuk isi tenaga. Eh tak lama setelah bongkar carrier, petugas pos tergopoh-gopoh menghampiri kita dan menyuruh untuk cepat bersiap karena ada tim yg baru datang untuk mendaki. Ternyata selain memulai jalur mendaki dari pos ini, banyak juga pendaki yg mulai pendakian dari jalur yg berjarak sekitar 1,5 km dari pos ini, infonya bisa skip waktu treking sampai dengan 2 jam. Nah tim yg ternyata didominasi adik2 SMA asal Bandung ini akan mendaki lewat jalur tersebut karena mereka diantar menggunakan mobil pick up. Dan bapak petugas pos sudah meminta sopir pickup untuk sekalian mengangkut kita. Aah lagi-lagi terimakasih :)

Akhirnya segera kita bereskan lagi carrier dan bergabung naik mobil pickup. Setelah sampai di pintu pendakian, kita mempersilakan tim tadi untuk memulai mendaki duluan karena kita masih ingin mempersiapkan diri.

17:00 - Perut sudah kenyang, carrier sudah rapi, barang2 emergensi sudah setted up, air dan makanan kecil penyokong energi sudah di saku. Kita memulai pendakian dengan pemanasan dan berdoa..
Menit pertama berjalan nafasku sudah ngos-ngosan, kaki sudah pegal duluan, perasaanku kurang enak dibarengi rasa meriang yg masih ada karena penyakit langganan (radang tenggorokan) yg baru mampir 3 hari yg lalu dan memang belum waktunya dia enyah. Apalagi kita sempat salah arah sekitar 300m. Aku juga tidak melakukan latihan fisik di 2 minggu terakhir karena deadline kerjaan, uts, dan radang tenggorokan.

Akhirnya kita dapat kembali ke arah yg benar. Ternyata di awal perjalanan kita harus menyebrangi bebatuan di sebuah sungai mati yg cukup lebar. Setelahnya, trek pendakian rinjani via sembalun dengan view savana luas mulai bisa kita nikmati meskipun langit sudah mulai oranye. Jam pertama terlewati, paru-paru dan kakiku mulai bisa berdadaptasi, mendaki mulai terasa riang. Rasanya meriang sudah tak dirasa lagi dan sakit di tenggorokan menghilang, hahaha.. Beberapa kali berpapasan dengan pendaki yg turun. Bulan sudah terlihat namun langit masih saja terang di dataran ini. Pukul 18:30 kami baru menyalakan headlamp. Trek masih terbilang naik-landai, kami membunuh gelap dengan tak berhenti ngobrol sepanjang perjalanan. Kekurangan melakukan pendakian dari Sembalun di malam hari adalah, kita tidak bisa menikmati view savana luas khas Rinjani itu..

Bulan sudah muncul namun suasana masih terang

20:00 - Sampai di pos 2 bersamaan dengan tim dari bandung. Baru ada satu tenda yg berdiri, sepi juga pikir kami. Segera kami mendirikan tenda, kebetulan ada space 2 tenda kosong di shelter pos, dengan pertimbangan space masih lebar dan kemungkinan pendaki yg lewat akan sangat jarang, kami pun mendirikan tenda di atasnya, di sebelah tenda yg sudah berdiri duluan. Malam itu kita hanya ngemil, mengisi persediaan air (air di pos 2 ini berbau tanah sangat kuat), dan segera istirahat karena seharian sudah lelah mengarungi selat dari pulau ke pulau sejak pagi (gayanyaaa padahal tinggal duduk aja di sepawat).

11 April 2017

Suhu kaki Rinjani tidak terlalu dingin, tidak sampai membuatku gemetar di dalam sleeping bag dan tenda yg nyaman. Dengan santai kita masak tumis kangkung suwir ayam, telur mata sapi, goreng kerupuk dan nugget (masih hafal sekali karena sempat foto makanannya hahaa). Aaah ini salah satu yg aku suka dari hiking, makan dengan latar belakang view seperti ini akan menambah kenikmatan berkali-kali lipat.

Kamu mau mata sapi atau omelet? 


Masak dengan view dan suasana terbaik


Selamat makan.. 

09:00 - Kita baru memulai perjalanan, jam pertama pendakian masih dilatarbelakangi bukit-bukit savana yang indah. Kita bertanya-tanya bukit mana yang akan kita lalui nanti yang mereka sebut-sebut dengan bukit penyesalan. Pendakian masih riang sekali dengan trek naik-landai, matahari tertutup kabut tebal. Satu jam kemudian trek semakin menanjak, intensitas istirahat-sedikit minum-sedikit semakin merapat.

View sepanjang perjalanan sebelum bukit penyesalan

"Ini kita lagi ngelewatin bukit penyesalan kali ya ngga" ucapku.

"Apaan, kalo cuma kayak gini ya nggak menyesal sama sekali aku hahahaa" kata Gangga, sementara aku sudah ngos-ngosan, tapi pendakian masih riang..

Trek mulai ramai pendaki turun maupun naik. Sepanjang bertegur sapa, mengobrol sedikit dan saling memberi semangat dengan mereka, belum kutemui pendaki yang naik dengan jumlah tim kurang dari empat. Tapi kita menemui dua pendaki yg melakukan pendakian sendirian, mas-mas dari Yogyakarta, dan kakek-kakek yg mendaki sambil membawa sepeda antiknya, mereka sudah perjalanan turun. Aku tak bisa mebayangkan bagaimana rasanya mendaki gunung sendirian..

Mungkin sudah lewat pukul 1 kita baru melewati pos 3. Puncak-puncak itu mulai muncul. Puncak-puncak semu dari bukit penyesalan, yang setelah kita berhasil mencapai puncak itu, ternyata masih ada puncak lagi di atasnya. Trek sudah cukup menanjak curam dengan banyak bebatuan besar. Satu-persatu kita lewati, namun puncak itu muncul dan muncul lagi entah kapan berakhirnya. Sampai pada akhirnya Gangga mengakui bahwa pantas bukit itu dinamai bukit penyesalan. Hahahaa akhirnya ya bro?? 

Gerimis rapat sempat mengguyur, kitapun memasang raincoat. Di suatu puncak semu, kita serasa kehabisan tenaga karena waktu juga sudah lewat makan siang. Jadi kita putuskan berhenti sekalian copot raincoat karena gerimis suda reda. Sambil duduk menghadap ke belakang dengan pemandangan yg sangat indah, kita istirahat agak lama. Kraus kraus kraus, kita makan buah dengan rakusnya karena kelaparan, masih lapar, akhirnya beng-beng dan susu kita garap juga, sembari mata tidak lepas dari view yang tidak ingin kita tinggalkan itu.

16:00 - Dengan tidak berani mengharap puncak yg sesungguhnya, kita tidak berhenti mendaki setiap puncak yg kita lihat di depan. Dan akhirnya puncak itu kita tapak.. 

Plawangan Sembalun.. Aaah indah sekali, itu bukan fatamorgana kan? Hahaha.. Pertama kali kulihat view Segara Anak dari atas dan itu sangat indah. Dengan segera aku koreksi pemahamanku mengenai nama bukit penyesalan yang baru berhasil kudaki beberapa detik yg lalu ini. Ya, jadi kita akan menyesal jika tak pernah melaluinya dan melewatkan pemandangan ini...

Tenda-tenda sudah berjejer di punggungan ini, kita berhenti sebentar karena belum selesai takjubnya dengan view baru itu.. Kita berbincang dengan tim pendaki yg beberapa kali kita temui di perjalanan tadi. 5 orang mas-mas dan seorang adik perempuan. Mereka adalah Mas Roni, Mas Daif, Mas Ony, Mas Roy, mas satu lagi lupa namanya 😂 (maafkan mas),dan Dek Ena. Mereka merekomendasikan tempat camp yg nyaman dan mengajak kita bareng saja. Akhirnya kita memutuskan untuk gabung dengan teman-teman asli Lombok yang sangat ramah ini. Seperti perbincangan dengan pendaki-pendaki lain sebelumnya, mereka mengira aku dan Gangga adalah pasangan-remaja-yang-pacaran. Sudah mulai bosan menjawab pertanyaan bahwa kita adalah kakak-adik kandung, rasanya aku ingin pakai nametag atau baju bertuliskan kakak, dan memakaikan satu lagi bertuliskan adek pada Gangga :'D

Dari Plawangan Sembalun kita masih harus berjalan sekitar 200 meter ke tempat camp, sepanjang jalan menuju kesana sudah dipenuhi dengan tenda warna-warni. Dari sebuah tenda, seorang ibu dengan riang menawarkan kita agar mendirikan tenda di sebelahnya, di belakangnya ada seorang bapak, anak remaja cowok dan cewek yg juga menyahut sama. Aah sepertinya menyenangkan sekali ya melalukan pendakian dengan anggota keluarga lengkap seperti itu.. Kami menolak dengan halus, "Nanti kita summit bareng saja ya om tante.. " sahutku. "Okeee kita jangan ditinggal yaaa" sahut si bapak dengan bercanda. "Okeee" kita menyahut tertawa sambil berlalu.

16:30 - Kita sampai di tempat lapang yg juga sudah ramai tenda. Menurut mas-mas, tempat camp itu lebih dekat dengan sumber air dan start summit nanti, kita juga bisa mendirikan tenda menghadap ke Segara Anak. Segera kita memasang tenda. Gangga mengambil air ke sumber air dengan perjalanan pp setengah jam. Air di Plawangan Sembalun ini rasanya sangat segar, enak sekali.

View segara anak dari tempat camp kita


18:00 - Selesai masak dan makan, Gangga memilih segera tenggelam dalam sleeping bagnya. Mas-mas masih ramai bercanda di luar tenda, sesekali memanggil kita untuk melihat bulan purnama. Setelah bersih-bersih, kusempatkan keluar tenda bergabung dengan mereka.. Ah benar, bulan sedang purnama, Segara Anak terlihat temaram terkena pendar cahayanya. Sungguh suasana yg menenangkan, melihat para pendaki sudah sampai disini dengan selamat, beristirahat dalam tendanya yang hangat untuk memulai perjalanan berikutnya nanti malam.

Kita berbincang banyak, aku mendapat banyak informasi tentang medan yang harus dilalui jika kita memilih jalur Senaru untuk pulang. Sayang nantinya kita harus berpisah di Segara Anak karena mereka akan pulang kembali melewati jalur Sembalun. Seringkali aku tertawa jika mereka mulai berdebat menggunakan bahasa Sasak yang sama sekali tak kupahami, subtitle please... Kita memutuskan untuk memulai summit jam 02:00, kemudian aku pamit untuk tidur.

12 April 2017

00:00 - Alarmku berbunyi, sengaja ku setel lebih awal karena bangun untuk memulai summit pasti sulit sekali. Mungkin sekitar 00:30 kita baru benar-benar terbangun. Masak spageti dengan saus instan, kita paksa untuk habiskan meskipun terasa tidak terlalu enak, mungkin karena kita belum lapar. Keluarga yg tadi siang menyapa kita melambaikan tangan melewati tenda kita sambil berteriak "Kita duluan yaaa, nggak jadi nungguuu" canda si bapak. Kita melambaikan tangan saja karena mereka sudah berlalu jauh. Untuk summit kita hanya membawa carrierku yg berisi sebotol air, makanan penambah energi, raincoat, P3K, dompet dan hp. Gangga yang akan membawa carrier. Barang2 lain ditinggal dalam tenda, namun ditutup rapat sebisa mungkin. Khusus bahan makanan juga ditinggal namun dimasukkan carrier. Ini adalah tips dari mas-mas semalam karena teman-teman kecil di daerah ini (monyet) sangatlah pintar. "Tenda digembok pun bisa mereka bermain dengan jarinya untuk buka" katanya..

02:00 - Molor sedikit kita sudah siap untuk summit. Seperti biasa pemanasan dan doa mengawali perjalanan kita. Menit pertama perjalanan sudah diwarnai dengan kontur tanah yg tidak rata dan menanjak curam, sedikit-sedikit harus memanjat dengan bantuan tangan. Satu jam, dua jam, kita berjalan cukup lambat. 2 orang sudah berjalan jauh di depan karena ingin kejar sunrise di puncak dan mereka baru pertama kali summit. Mas Daif dan Mas Roni mempersilakan kita untuk berjalan lebih cepat karena mereka harus menemani Dek Ena yg juga baru pertama kali mendaki namun tidak bisa berjalan cepat. Akhirnya kami putuskan untuk mendahului mereka dengan ditemani Mas Ony. Kita bertiga tetap berjalan santai karena kami tidak target sunrise di puncak. Pengalaman summit terakhir, aku dan Gangga sampai terlalu cepat di Mahameru pukul 5 pagi dan kita kedinginan sangat parah. Mas Ony yg sepertinya kakinya sudah sangat kenal dengan tanah Rinjani dengan ringannya meloncat kesana kemari, dengan celotehnya yg membuat pendakian sangat rame hahahaa. "Ayooo Ganggaaa Intaaan puncak tinggal di ujung topimuu, eh khusus Intan di ujung jilbabmu Ntaaan" ntah berapa kali ku dengar teriakan itu.

Aku mengikuti jejak Mas Ony di belakang sambil terus ngobrol, sementara Gangga melambat di belakang sambil sesekali berhenti lebih sering dan lama dari biasanya. Aku mulai sering menengok ke belakang tapi tidak curiga. Ternyata setelah kita menunggu dengan istirahat cukup lama sampai dia bisa menyalip, akhirnya Gangga berbisik

"Mbak aku AMS"

"Hah apa itu?"

"Acute Mountain Sickness"
..........

Setelah istirahat dan makan coklat, Gangga meyakinkanku bahwa dia sudah mendingan, kemungkinan Gangga terkena ams karena tadi menjelang malam dia langsung tidur, mungkin badannya telat dan kurang beradaptasi dengan tekanan dan suhu di ketinggian (Intun mulai bikin teori sendiri). Lanjut berjalan lagi, sepanjang perjalanan aku tak henti meyakinkan Gangga apakah dia benar-benar baik-baik saja. Perlahan matahari muncul, kita pun menikmati sunrise di tengah perjalanan..

Sunrise di perjalanan, in frame : Mas Ony


Yang abis kena AMS


Batas antara dingin dan matahari, terlihat namun tak terasa. 

06:30 - Alhamdulillah, akhirnya kita sampai di puncak Rinjani, 3726 mdpl. Alhamdulillah..
Cuaca cerah, matahari sangat hangat. Mungkin seluruh penjuru Lombok bisa kami lihat dari atas sini, Segara Anak terlihat sempurna dari dataran paling tinggi di pulau ini, seakan melindungi Gunung Baru Jari yang terlihat masih belia namun angkuh itu.. Juga terlihat Gunung Agung yang menjulang kokoh di pulau seberang.. Ada beberapa gunung lain juga yg terlihat, mungkin salah satunya Gunung Tambora.



We made it bro :)


Salam kita mah buat orang terkasih dong, mama ayah dan dan si bontot adik kami Rani
(ingat kertasnya harus dibawa turun kembali yaaa,
gampang kok tinggal dimasukin saku aja ^^)


Ada teman kecil yg ikut kita summit :D

Di puncak kita juga bertemu pendaki asal Banyuwangi. Waaah, di tanah yang dimana-mana orang berbicara Bahasa Sasak, Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, Bahasa Prancis, dan Bahasa Jepang ini, bertemu seseorang yg asalnya dari Banyuwangi bagaikan bertemu tetangga sebelah rumah yang sudah lama kenal. Riko paran lek?  Hahahaa..  Namanya Mas Katos, dia sudah sampai di puncak subuh tadi namun akan turun kembali untuk menjemput rombongan pendakiannya yang hingga saat itu belum nampak juga di puncak.


Bersama Mas Katos dan Mas Ony

08:00 - Akhirnya Dek Ena berhasil mencapai puncak. Aku tau dia berusaha sangat keras. Sejak awal pendakian summit dia sudah terlihat sulit berjalan. Kakak-kakaknya pun dengan sangat sabar tidak putus asa mendampinginya sampai atas. Dek Ena keren :) Matahari semakin meninggi, tak kita pedulikan sama sekali panasnya membakar kulit. Kita terus menikmati pemandangan langka secara live itu dan berfoto sepuasnya.


Bersama Mas Ony, Dek Ena, Mas Roni, Mas Daif
mas-lupa-namanya, dan mas Roy


Tiduran sebentar bersama Dewi Anjani, rasanya sih hangat dan nyaman,
tapi pulang-pulang muka gosong


Gangga di mata orang -
Ekspektasi : pacar. Realita : adek sedari orok. 


Beng-Beng Max : amunisi versi Intan untuk dopping saat energi habis

09:15 Kita baru turun bertolak dari puncak. Mas Roy sudah melesat jauh. Disusul aku dan Gangga, yang lain sepertinya ingin turun santai menemani Dek Ena di belakang. Aku mencoba mengimbangi kecepatan Gangga dengan sedikit seluncuran di pasir, asik sih, walaupun hasilnya celana outdoor yg baru kupakai tiga kali itu jadi bolong di lutut karena lututku sempat mencumbu pasir dan bebatuan menggemaskan itu. Aaah tapi pemandangan sepanjang perjalanan turun sangat indah, sedikit2 aku berhenti untuk terhenyak atau mengambil gambar. Gangga menolak untuk melambat, akhirnya kusuruh dia untuk melaju saja. Sejam berlalu merosot turun, perlahan aku kehabisan tenaga. Aduuuh, bodohnya aku nggak minta perbekalan air dan makanan sedikitpun pada Gangga. Sudah tau aku lemah di jalan menurun T.T


Trek turun, si porter ngomel karena mbaknya
masih kurang aja nikmatin pemandangan dan foto-foto

Mungkin sudah mendekati tengah hari, langkahku semakin melambat signifikan. Kaki sakit, energi habis, ditambah kemampuanku pada trek turun yang buruk. Kaki bagai tak punya kekuatan, jadi setiap menapak lahan yg berpasir sedikit saja, tubuhku pasti terjatuh. Akhirnya terpaksa kuberdayakan paha bawah sebagai pengganti telapak kaki, dan tangan sebagai kaki. Bahasa simpelnya yaitu NGESOT :'D

Sekali aku pernah salah mengambil jalur yg mengarah ke hutan dan jurang, mungkin karena aliran hujan sebelumnya membentuk jalan yg mirip dengan jejak turun manusia. Untungnya dapat berhasil melipir kembali ke jalur yang benar dengan menuruni dan naik kembali beberapa cekungan. Mungkin karena kehausan dan kepanasan sempat muncul halusinasi judul koran di kepalaku "Karyawati BPJS Ketenagakerjaan ditemukan *#$@%& £€~^β© ¢√_*"# $@+*£√% di Puncak Rinjani", naudzubillahimindzalik T.T

13:00 - Alhamdulillah, akhirnya dengan rupa yg sudah tak karuan dan langkah sempoyongan aku berhasil sampai di tenda, dan langsung berbaring di dalamnya, tak peduli tenda tengah terpanggang matahari hingga rasanya seperti berada dalam microwave :'D Gangga kembali dari mengambil air dan membangunkanku. Karena kelelahan parah, kita hanya masak Indomie saja dan makan dengan sangat lahap. Aaaaah enak sekali rasa Indomie iniii...

15:00 - Selesai packing, kita berdelapan segera bersiap untuk bertolak menuju Segara Anak. Aku sendiri yakin-tak-yakin bisa langsung memulai perjalanan lagi. Diawali dengan berdoa dan sedikit briefing dari Mas Daif. Diputuskan Mas Daif, Mas Roy dan mas-lupa-namanya jalan duluan, Mas Ony dan Mas Roni menemani Dek Ena jalan di belakang. "Kita lewat jalur biasa ya, jangan jalur porter", tambah Mas Daif.

Perjalanan dimulai dengan melewati kembali punggungan Plawangan Sembalun, kemudian turun..
Semakin menurun, menurun, dan...

Rupanya sore itu kita akan melalui trek paling menyiksa versi Intan..

Turunan tajam sepanjang jalan dengan kontur bebatuan besar, yang membutuhkan kekuatan kaki untuk menahan tubuh+carrier untuk tetap berdiri tegap di setiap langkahnya tanpa harus roboh tergelincir atau tersandung meluncur langsung ke jurang di sebelah kanan atau kiri kita.. Kecepatanku melambat drastis, kakiku belum mendapatkan kekuatannya kembali setelah 2 yg lalu jam baru turun dari puncak. Beberapa porter yg kusapa sepanjang perjalanan bergumam "Aduh kok baru turun jam segini mbak? mau sampai jam berapa nanti.. "
Aku dan Gangga memaksa Mas Daif, Mas Roy, dan mas-lupa-namanya untuk jalan terus tanpa menunggu kami, karena kecepatanku yg sangat lambat.. 

Sumpah aku sangat tersiksa dengan trek seperti itu, mendingan aku nanjak ajaaaa. Melihat cara berjalanku seperti nenek-nenek yg lagi turun tangga, Gangga memintaku melepas carrierku, dan langsung diangkatnya ke bahu depannya, "Tapi kalo bisa jalannya agak cepet ya" ujarnya. Gangga bawa double carrier, maafkan aku ya Nggaaa :( Dengan cara seperti itu saja kecepatanku tidak bisa menyusul kecepatan Gangga. Oke baiklah Ngga, I admit that you're the real porter broo..


You're da real MVP vroooh 💪

"Ati-ati Nggaaa", "Awaaaaas", "Nggaaa pelan-pelan ajaaaa", "Nggaaa kamu masih kuat?"

Tak henti-hentinya aku meneriakkan kalimat-kalimat itu, yang sepertinya malah mengganggunya hahahaa. Pikiranku tak lepas dari bayangan jika sewaktu-waktu Gangga sulit menyeimbangkan tubuhnya. Dengan trek segila itu, dan beban berat di depan dan belakang tubuhnya, tidak kecil kemungkinan dia untuk limbung dan mencolot ke salah satu sisi jurang-jurang ini 😭 Hari sudah gelap, sepertinya belum ada setengah perjalanan. Kita mengisi energi dan menyalakan headlamp.

19:00 - Trek sudah tidak berbibir jurang, namun masih bebatuan curam. Kita sempat salah arah, sampai pada akhirnya aku kehilangan Gangga karena aku tidak bisa menembus semak tinggi dan pepohonan yg rapat seperti dia. Kita berkomunikasi dengan berteriak. Bayangkan, tidak ada jalan sama sekali, gelap, dan aku ada di tengah tumbuhan tinggi dan harus menembusnya, ingin ketawa saja kalo ingat 😂
Akhirnya Gangga balik menyusulku tentunya dengan cara menembus tumbuhan2 itu ntah bagaimana caranya. Alhamdulillah dengan bantuan aplikasi Locus Map yang telah disiapkan Gangga, kami bisa kembali menuju ke arah yg benar. Di tengah semak belukar tadi Gangga juga sempat mengajariku menggunakan aplikasi itu, aah aplikasi itu sangat membantu ternyata. "Ayo kamu harus bisa, kamu yang jadi navigator sekarang" katanya, mungkin supaya aku merasa lebih berguna, sehingga bisa berjalan lebih cepat lagi :'D

Oh iya, mungkin kalo teman-teman ada yg belum tau. Ada baiknya kalian instal aplikasi Locus Map juga di gadget kalian. Aplikasi ini menggunakan satelit dan gps, jadi tetap bisa digunakan meskipun kita tidak memakai data seluler. Namun sebelumnya kalian juga harus mengimport file yang berisi peta jalur yang akan dilalui. Kemarin Gangga sudah menyiapkan file untuk jalur di Gunung Rinjani tentunya. Aplikasi dapat menunjukkan apakah kita sudah dalam jalur yg tepat. Jika kita berada di luar jalur, aplikasi akan menunjukkan kita arah ke jalur yg benar. Aplikasi juga bisa menunjukkan berapa jarak kita ke arah pos-pos yang akan kita tuju. Semoga bermanfaat.

21:00 - Masih 700 meter lagi. Dalam kondisi seperti ini, 700 meter bukan jarak yg dekat bagiku.. Tiba-tiba dari depan ada cahaya headlamp dan mas-mas memanggil-manggil. Mas-lupa-namanya mengambil carrierku dari Gangga dan membawanya. Mas Daif bertanya yg di belakang apa masih jauh. "Mereka belum menyusul sama sekali mas, tadi kita lihat headlamp dari jarak yg sangat jauh, entahlah itu mereka atau bukan" jawabku sangat lemas. Mas Daif dan Mas Roy segera berjalan kembali untuk menjemput mereka "Ayo Ntan udah tinggal dikit lagi, ayo" semangatnya.

Alhamdulillah Gangga sudah nggak double carrier, pikirku. Tak begitu lama kemudian Mas Roy kembali menyusul kami. Mengabari bahwa mas Roni mas Ony dan dek Ena sudah tersusul. Alhamdulillah.. Mas Roy segera menyalip dan mengambil carrier Gangga dan membawanya. Aaah terimakasih banyak mas-mas yang sangat baiiik, terima kasih..  :') Entah kenapa mengetahui bahwa kita semua sudah aman dan beban Gangga sudah ringan, kecepatan berjalanku semakin melambat. Sangaaat lambat. Sampai-sampai Dek Ena bisa menyusulku. "Ayo kak, ayo kaaak", "Duluaaan, duluan deeek", aku melambai dengan tetap berjalan pelan. Gangga tetap menunggu, tidak memaksaku berjalan lebih cepat. Sepertinya dia paham kakiku sudah benar-benar tak bertenaga.

Saat kita memasang tenda, rombongan Mas Katos baru sampai..

Kita memasak dalam kelelahan namun penuh syukur. Seperti biasa mas-mas masih ramai bercengkrama di tenda sebelah. Beberapa kali mereka mampir ke tenda kami memastikan kita baik-baik saja, dan berbincang tentang perjalanan besok. Kita berbincang sambil menghangatkan diri di sekeliling kompor. Mas Katos banyak memberi masukan tentang perjalanan ke Senaru besok. Ternyata Mas Katos dan tim juga akan turun melalui jalur Senaru. Saran dari mas-mas Lombok dan Mas Katos sama, jangan sampai kita masih melakukan perjalanan setelah pos 3 di malam hari. Kalo bisa sudah sampai Senaru sebelum malam, atau kalo nggak nutut, camp saja di pos 3. "Vegetasi setelah pos 3 adalah hutan, dan percayalah kamu tidak ingin melalui hutan itu dalam gelapnya malam". Hmmm, sebenarnya kalimat yg mereka ucapkan tidak persis seperti itu, aku menyuntingnya supaya tidak ada kosa kata 'mistis' di dalamnya :'D

Aku bukan termasuk orang yg ingin menakutkan hal semacam itu, selama ini berjalan di tengah hutan di malam hari yg gelap hanya berdua dengan Gangga tidak sedikitpun menimbulkan takut ke arah sana. Sedikit takut yg ada adalah rasa takut jatuh ke jurang, atau takut tersesat dan tidak bisa kembali lagi. Namun sebagai pendatang asing di habitat ini, kali ini aku mencatatnya dan benar-benar memikirkan saran-saran itu. Kita mengubah rencana yg sebelumnya akan berjalan terus sampai pintu Senaru, kita koreksi menjadi bermalam di pos 3..

"Kalo kalian butuh telur, persediaan telur kita masih banyak yaa", kata Mas Katos sambil berlalu dari tenda. Tak lama kemudian dia datang melempar telur dan jeruk ke tenda kita. Asiik buaah, aaah terimakasih Mas Katos yang baik..

Nasi dan kerupuk sudah matang, selanjutnya kita bermaksud menggoreng ayam suwir, telur dan membuat bumbu pecel. Tiba-tiba mas Katos datang kembali membawa nesting berisi ikan sarden yang masih hangat. Aaaaak, what a perfect gift buat dua orang kelelahan yang baru punya nasi hangat dan kerupuk. Kita makan dengan sangat lahap, enak sekali makan malam waktu itu rasanya, hahaha.. Mungkin si sarden terasa sangat enak karena ada bumbu kebaikan, keramahan dan kebersamaan di dalamnya yaaa :D Setelah makan, kita sempatkan untuk memasak popcorn dan kita bagikan kepada mas-mas Lombok dan Mas Katos hangat-hangat. Percayalah mas-mas, meskipun kalian ngga suka popcorn, kita hanya ingin membalas kebaikan kalian :'D

13 April 2017

06:00 - Sudah bangun dan bikin puding coklat untuk kita bagikan pada mas-mas lagi. Setelahnya kita ikut Mas Ony, Mas Roy dan mas-lupa-namanya ke air terjun yang ada di dekat Segara Anak. Semalam saking lelahnya kita tak menyadari bahwa saat ini kita sudah ada di Segara Anak, view juara yg selalu kita kagumi dan kita jadikan objek foto sejak di Plawangan Sembalun hingga di puncak Rinjani kemarin.. Keluar dari tenda, cuaca cerah sekali, banyak yg memancing dan sepertinya dengan mudah sekali ikan nyantol di kail mereka.


Segara anak, view sebenarnya jauh lebih epic daripada foto pas-pasan ini
(maklum alat dokumentasi hanya hp cina dan kemampuan fotografi penulis hanya autofocus saja) 


Suasana camp di Segara Anak

Berjalan ke air terjun mengharuskan kita menyebrangi sebuah sungai, kemudian mendaki sebuah bukit, cukup. Di air terjun itu juga ada sebuah mata air yang mengeluarkan air panas. Fyuuh, enak sekali rasanya membasuh kaki yg sudah tak karuan itu dengan air hangat.


Bukit menuju air terjun


Yg dibawah air terjun itu Mas Roy yang sedang membasuh kaki di mata air panas. 

11:30 - Baru selesai packing, dan kini saatnya perpisahaan dengan sahabat-sahabat baru kami. Mereka membekali kita tambahan satu botol besar air, karena kita hanya bawa 3 botol besar saja, baru kita tau juga bahwa di pos 3 nanti cukup sulit untuk mendapatkan air. Kita tidak mempersiapkan itu karena memang tidak ada rencana bermalam di pos 3. Sebenarnya jika kita memilih arah pulang yang sama yaitu kembali ke Sembalun, mereka menawari kita untuk mengantarkan sampai ke bandara, sayangnya kita memang ingin mencoba jalur Senaru dan masih tetap ingin. Mas Daif, Mas Roni, Mas Roy, Mas Ony, Mas-lupa-namanya, Dek Ena. Terimakasih banyak atas kebaikan kalian.. Sampai jumpa kembali... :)

Jalur perjalanan ke Senaru mengharuskan kita melewati sungai yg kita sebrangi saat akan ke air terjun tadi. Jadi kita harus copot sepatu, menentengnya, dan gulung celana. Beruntung disana ada Mas Katos sedang membersihkan peralatan memasaknya di tepi sungai. Peka sekali dengan perempuan sok berani nyebrang sungai dan nggak mau diberi pertolongan, padahal nggak maju-maju karena takut kepeleset, sedangkan Gangga sudah melesat ke seberang. Mungkin nggak sabar lihatnya, tanpa menawarkan lagi Mas Katos langsung nyebrang untuk nolongin aku. Arigatou mas Katos :D Kita juga pamit dengan Mas Katos untuk nanti ketemu lagi di jalan atau di pos 3. Disini hujan rintik mengantar keberangkatan kita sebentar. Aku berkeyakinan sudah kuat untuk menyandang carrier lagi karena jalur kali ini adalah menanjak.


Sungai yang harus disebrangi saat akan turun melalui Senaru


Tak terlihat : segara anak gerimis dan tertutup kabut

Setelah nyebrang kita harus melipir di tepian Segara Anak untuk sampai di sisi tepi seberang. Mungkin baru seratus meter melangkah, kita terhenti karena tak ada jalan yang bisa dilalui lagi. Pinggiran danau hanya bebatuan yg sepertinya tidak bisa dilalui, sisi kiri adalah air danau yg terlihat tidak dangkal, sisi kanan adalah tebing. Gangga memutuskan untuk mencoba jalur naik ke atas. Merasa masih fit, aku langsung mengikuti Gangga, naik, naik, dan naiiik dengan sudut naik hampir mencapai 180 derajat, aku berpengangan erat pada tumbuhan. Hingga tiba-tiba Gangga yg sudah jauh di atas berteriak, "Salah mbaaak, baliiiiik". H*ll, are you kidding me?? Ini aku lagi berdiri di dataran yg miring hampir 180 derajat Ngga, gimana cara baliknya heeeeeey :'D

Ah bodo amat, dari kemarin juga udah nyusruk-nyusruk di semak dan ngesot sana sini, aku langsung balik badan, mencoba untuk tidak terjun bebas ke bebatuan yg ada di bawah, kemudian ngesot teratur dan sangat perlahan dengan carrier sebagai sandaran ngesot. Ternyata yg disebut dengan 'melipir' oleh mas-mas semalam adalah 'melipir' yg sesungguhnya. Jadi kita harus memijak bebatuan yg berjajar jarang di pinggiran danau dengan sangat hati-hati dan berpegangan pada tebingnya sesekali, sampai dengan ujung danau, harus tanpa tercebur. Karena kamu nggak ingin jalan menyusuri gunung dengan sepatu, baju dan carrier yg basah.

Sesampainya di ujung danau kita bertemu dengan mas-mas yg camp di sebelah kita saat di pos 2 Sembalun, mereka mendirikan tenda disana dan akan bermalam satu malam lagi. Mereka mengkhawatirkan kita yg berangkat terlalu siang dan menyarankan kita untuk camp semalam lagi saja bersama mereka disana, karena trek akan sangat sulit dan berbahaya, perkiraan mereka kita baru akan sampai di pos 3 pukul 10 malam. Akan sangat lucu jika kita yg baru akan memulai perjalanan, harus bongkar carrier dan mendirikan tenda lagi disana, jadi kita pun berpamitan.. 

Dan trek menuju Pelawangan-Senaru yg sebenarnya pun sudah ada di hadapan kita..

Di awal perjalanan tanjakan sudah cukup tajam, kontur masih ada tanah meskipun sudah banyak muncul bebatuan. Aku bersemangat mendaki tanjakan demi tanjakan. Senang sekali rasanya bisa membawa carrierku lagi. Meskipun nafas ngos-ngosan parah, namun kakiku dapat berjalan kuat di trek seperti ini. Mungkin Gangga bisa mendengar jelas nafasku yg terengah-engah, jadi sengaja ia berhenti sebentar setiap kita mendaki 20 langkah untuk memberiku waktu mengatur nafas. Matahari yg cerah sekejap membuat pakaian kami basah oleh keringat dan intensitas minum sangat sering. 

Beberapa kali kita disalip oleh porter-porter dan pendaki bule. Beberapa porter masih ingat dengan kami sementara kami tidak ingat sama sekali. Namun aku tak pernah absen tersenyum menyapa dan mengobrol dengan mereka sedikit jika ada kesempatan, tak lupa bertanya juga jam berapa kira-kira waktu yg dibutuhkan untuk sampai di pos 3. Para pendaki bule dengan ringannya mendaki hanya dengan membawa daypack kecil berisi air minum.

Sampai di sebuah dataran yg agak lapang dipenuhi batu-batu besar, trek berubah menjadi penuh bebatuan dan semakin menanjak. Tiba-tiba dari belakang terdengar teriakan halooo, dan menyembul muka nyengir Mas Katos sambil melambaikan tangan. Gila sekali kecepatan Mas Katos ini. Saat kita berangkat dari Segara Anak tadi, tendanya masih berdiri dan dia sedang membersihkan alat masak. Sekarang dia sudah menyalip kita, padahal carrier yg dibawanya tidak terlihat lebih ringan daripada milik Gangga.

Akhirnya Mas Katos berjalan menemani kita, sembari menunggu rombongannya yang katanya masih tertinggal jauh sekali di belakang. Rombongannya ada belasan orang, wajar jika tidak bisa berjalan cepat. Trek semakin seru. Bebatuan besar dan super nanjak ini memaksa kita untuk sedikit belajar rock climbing secara otodidak. Sesekali Mas Katos mengajariku mengambil pijakan dan pegangan yg tepat. Kanan kiri injak pegang, kanan kiri pegang panjat. Begitulah.. Sesekali juga Gangga harus menarik tanganku dari atas jika kombinasi antara batuan dan sudut tanjakan memungkinkanku gagal berpijak dan oleng ke jurang. Sepanjang perjalanan, sembari istirahat kita menikmati pemandangan Segara Anak yg perlahan kita tinggalkan. Kadang sulit ku percaya, tadi pagi aku ada di bawah situ, di tepi danau itu, dan yg terlihat antara tempatku berpijak sekarang dengan tepian danau itu hanyalah pepohonan rapat dengan kemiringan securam ini..


Yup, kita mendaki dari tepi danau itu dengan kemiringan seperti ini,
trek terlihat masih berumput, semakin ke atas semakin berbatu. 

17:00 - Akhirnya kita sampai di puncak Pelawangan-Senaru. Mas Katos menyarankan kita untuk meneruskan perjalanan ke pos 3, sementara dia akan balik lagi menengok rombongannya yg masih tak terlihat. Di Pelawangan-Senaru banyak tenda berdiri, dan sejauh yg aku lihat tidak ada pendaki domestik. Kita berjalan pelan melewati tenda yg ada sambil menikmati sunset di sepanjang bukit yg menghadap Pelawangan-Senaru. Indah sekali, hadiah untuk setiap pendaki yang telah berusaha berbaikan dengan tanjakan bebatuan di jalur tadi. Kita mencari spot nyaman untuk beristirahat. Sambil menghadap pemandangan yg mendapat juara 2 view terindah di Rinjani versi Intan itu, kita duduk bermandikan cahaya sunset sambil makan sari roti double soft favoritku plus nutella coklat, dan milo dingin. Sungguh, nikmat mana yang kau dustakan wahai manusia...


Sunset di Pelawangan-Senaru, percayalah,
view saat itu jauh lebih epic dan cantik daripada di foto.

17:30 - Kita memulai perjalanan kembali. Oh tidak, trek seperti ini lagi :( TURUNAN!

Apa Intan? Kamu mengharapkan trek perjalanan "Turun Gunung" berupa tanjakan? Hey, yg namanya turun gunung itu ya jalannya turun, perjalanan menanjak setengah hari tadi hanyalah bonus dari segara anak, ucapku pada diriku sendiri. 

Hari mulai menggelap, Gangga menawarkan untuk double carrier lagi, tapi aku masih ingin mencoba. Trek turun tajam bebatuan lagi, hampir mirip trek Plawangan-Sembalun ke Segara Anak kemarin. Di perjalanan kami berbincang agak lama dengan sepasang turis (yg dilihat dari penampakannya berasal Asia Timur) yang naik dari pintu Senaru, mereka baru akan sampai di puncak Plawangan-Senaru. Mereka menasehati kami untuk tidak meneruskan perjalanan, bahaya sekali katanya. Menasehati dengan agak memaksa sih tepatnya. Aku lihat mereka memang sangat kelelahan sekali. Kami terus meyakinkan dan memberi mereka semangat sambil pamit. "Put on your lamp at least" teriak mereka saat kita berlalu.. Terimakasih sudah mengkhawatirkan kami, kalian semangat yaa..

Ingin sampai lebih cepat, Gangga lagi-lagi mengambil alih carrierku. Aku berusaha membantunya dengan cara berjalan lebih cepat. Kakiku tak selemah kemarin, jadi aku masih bisa berjalan semi berlari di belakang Gangga. Hari sudah petang dan aku baru berhasil menemukan sinyal di hpku untuk menelpon Mas Deny agar menjemput kita pukul 13:00 besok di pintu Senaru. Meskipun di akhir percakapan kita kehilangan sinyal. Karena sudah gelap, aku kembali menjaga jalur berjalan kita dengan aplikasi Locus Map.

19:30 - Sudah tinggal 500 meter lagi. Kecepatan kita bertambah karena sudah ingin sekali sampai di pos 3. Trek sudah jauh lebih baik, turun landai. Namun keberadaan sebuah pos belum juga terlihat, sampai kita berhenti di sebuah tanah lapang dengan sebuah plang besar. Ternyata hanya plang peringatan lokasi rawan kebakaran, dan, oh tidak..

"Ngga, di aplikasi, kita udah kelewatan 90m dari pos 3 lo", Gangga menaruh kedua carriernya dan mengambil alih aplikasi.

Aku mencoba mencari sinyal di hpku untuk kembali menghubungi Mas Deny, hingga tak ku sadari bahwa Gangga memintaku untuk menunggu sebentar, dan dia berlari ke depan meninggalkanku dan kedua carrier kami. Aku menunggu sambil mencoba terus mencari sinyal dan mengirim sms pada Mas Deny. Putus asa, akhirnya aku sadar Gangga sudah lebih dari 5 menit pergi. Karena gelap dan tidak ada yg bisa dilakukan, kuisi waktu dengan melihat foto-foto hasil karya kita beberapa hari kemarin. hawa dingin mulai terasa karena aku tak beraktivitas.

Mungkin sudah lebih dari 10 atau 15 menit, aku mulai penasaran kemana sebenarnya anak ini pergi. Kemudian aku teringat, menurut aplikasi kita sudah melebihi pos 3, yang berarti kita sudah memasuki hutan yang menurut cerita mas-mas kemarin...
Seketika pikiranku memproduksi imajinasi yg tidak menyenangkan. Ketakutan yg sebelumnya tak pernah kutemui di gunung, tiba-tiba muncul.. Membayangkan terjadi yang tidak-tidak pada Gangga. Aku memanggil Gangga dengan suara pelan beberapa kali. Tak ada jawaban sama sekali. Suhu yg semakin terasa dingin membuatku semakin kreatif. Aku memanggil Gangga dengan suara sangat keras. Kupanggil terus dengan berteriak sekuat tenaga, namun tak ada jawaban sama sekali.Sungguh menit-menit menyeramkan yang tak kusangka akan aku rasakan..

Sekitar 10 menit kemudian Gangga datang kembali dengan berlari, memarahiku karena aku berteriak, dikiranya terjadi apa-apa. Alhamdulillaaah yg penting kamu sudah kembali leeee, ndak seperti imajinasi bodohku :'D

Kita sedikit berdebat saat itu, perihal Gangga yg pergi begitu saja tanpa kabar, dan aku yg teriak-teriak nggak jelas. Ternyata Gangga jalan ke depan untuk melihat apakah ada camp disana. Aku berkilah apa susahnya sih pamit dulu yg jelas sebelum pergi begitu saja meninggalkan mbaknya disana. Sementara Gangga meng-coach aku cara tepat untuk menghadapi situasi seperti tadi: "Tunggu dulu dengan diam, tenang, dan berpikir. Kalo sampe lebih dari satu jam aku masih nggak balik, baru boleh teriak dan cari pertolongan", ujarnya. Bodo Nggaaa, aku takut kamu semacam kesurupan terus pergi ke dalam hutan dan nggak balik lagii :'D

Debat selesai, akhirnya kita duduk sejenak untuk berpikir. Ternyata Gangga menandai pos 3 di aplikasi Locus hanya berdasarkan perkiraan, karena sebelumnya kita memang tidak berencana untuk camp disana. Kita berusaha mencari sinyal dan data seluler untuk mencari posisi pos 3 yg sebenarnya, namun tidak berhasil. Sesekali kita melihat ada cahaya headlamp dari jarak yg sangat jauh di belakang, masih di tanah yg tinggi, pasti lama sekali jika harus menunggu pendaki tersebut. Kontur di aplikasi menandakan kita telah masuk hutan, namun jika diperhatikan lagi di sekeliling kita masih belum rapat oleh pepohonan. Akhirnya kita memutuskan untuk menunggu sampai sampai 15 menit, jika tidak ada perkembangan, kita lanjut berjalan. Aku memasang jaket karena badanku gemetar kedinginan akibat diam dalam waktu lama.

15 menit berlalu dan kita pun melanjutkan perjalanan, berdasarkan jejak yg ditinggalkan tracker di aplikasi, Gangga memprediksi perjalanan sampai dengan pos 3 masih lebih dari 2km  lagi. Aku mencoba menerima prediksi Gangga itu dengan kuat dan tetap berjalan. Yg pasti ini belum memasuki kawasan hutan, pikir kami.

21:00 - Syukur alhamdulillah prediksi Gangga tidak benar karena baru berjalan sekitar 500 meter kita mendengar suara manusia semakin mendekat dan kita sudah tiba di pos 3. Dari informasi para porter, ternyata titik yg diprediksi Gangga sejauh 2 km tadi adalah pos 2. Segera kita mendirikan tenda di sebelah tenda beberapa porter. Seorang porter bertanya "Berdua aja mbak mas, lagi bulan madu ya?". Hmmm coba kita lagi nggak kelelahan pak, pasti sudah kita buat bercandaan pertanyaan bapak itu :'D
Saat sedang memasak, terdengar suara Mas Katos memanggil2. Ternyata dia baru sampai, dan setelahnya langsung kembali ke belakang lagi seperti biasa untuk menjemput rombongannya. Kita segera istirahat dan berkomitmen besok harus berangkat pagi-pagi sekali!!! 

14 April 2017

07:00 - Setelah berkali-kali memperpanjang alarm, saling bernegoisasi untuk tidur lebih lama beberapa menit lagi, bangun sempurna, masak, makan, dan packing dengan kecepatan kilat. Akhirnya kita siap untuk segera menutup pendakian Rinjani di hari terakhir itu. Mas Deny sudah fix menjemput kita jam 13:00, jadi kita harus sampai di pintu Senaru sebelum itu.. 

Setelah pemanasan dan berdoa, tanpa bertanya Gangga langsung bawa double carrier, padahal aku merasa sudah cukup kuat. Lagi-lagi Gangga memaksa, rupanya dia sudah tak sabar sampai di pintu Senaru. Yasudaaah kalo kamu memaksa, aku kan jadi enak hahahaa. Melewati tenda Mas Katos dan teman-temannya kita berpamitan sambil berjalan cepat, nanti juga pasti kesalip lagi di perjalanan. Trek turun dari pos 3 sudah cenderung melandai, dengan kontur tanah yg agak lembab karena hutan yang rapat. Ah menyenangkan sekali treking dengan vegetasi seperti ini (tentunya disaat matahari masih ada, kalo sudah gelap lain cerita). Teduh karena matahari terhalang pepohonan, banyak suara hewan bersahutan, dan banyak tumbuhan yg bisa kita jadikan pegangan. Hanya saja tetap berhati-hati karena tanah sedikit licin. Pandangan-pandangan kelam "dalam tanda kutip" tentang hutan di pos 3 semalam sudah tak tersisa sama sekali. Gangga menyuruhku berjalan di depan untuk mengatur ritme perjalanan. Aku bisa berjalan sangat cepat hampir berlari (iyalah, orang nggak bawa carrier). Pukul 08:30 kita sampai di pos 2. Disini kita banyak bertemu pendaki yang akan naik. Disaat-saat seperti inilah kita seakan melihat wajah-wajah kita 5 hari yg lalu saat baru memulai pendakian. Yup, selamat bersenang-senang hei kalian, perjalanan masih panjang, semangat yaaa 😊

09:30 Kita sudah sampai di pos 1. Kecepatan yang sangat baik (iyalah, teteeep, kamu ngga bawa carrier Ntaaaan 😖). Daaan seperti yg sudah kita tebak, Mas Katos dengan suara khas cangkir berdenting yg tergantung di carriernya, sudah menyusul kita seorang diri.

10:00 - Alhamdulillah... Akhirnya kita tiba di pintu Senaru.. Segera kita melapor ke pos, mengumpulkan sampah, dan tak lupa Gangga melubangi botol gas yang telah kita pakai agar sampah tersebut tidak berbahaya. Kita menyempatkan berfoto di depan pintu Senaru. Seperti biasa Mas Katos masih harus menunggu teman-temannya yang mungkin masih tertinggal entah di pos berapa. Kita berpamitan dengan Mas Katos, terimakasih telah meramaikan perjalanan kita, sampai jumpa kembali di tanah Jawa Timur mas tetangga baru yang baik 😊


With my personal porter 😁

Sampai jumpa lagi Mas Katos,
saya akan tagih janjinya untuk ngantarkan saya ke Raung ya bro..


Dari pintu Senaru kita masih harus berjalan 30 menit ke pemukiman penduduk dimana mobil bisa masuk, tentunya Mas Deny akan menjemput kita disana nanti. Sekitar jam 11 kita telah sampai di pemukiman penduduk. Disana berjajar toko dan warung yg menyediakan logistik untuk pendaki. Kita beristirahat di warung yg terlihat nyaman untuk beristirahat. Seperti yg sudah dia sumpahkan kemarin, Gangga langsung mengambil 2 botol softdrink bersoda dan meneguknya hingga habis. Untuk menghargai empunya warung, aku memesankan makan untuk Gangga meskipun kita belum merasa lapar. Maksud hati ingin bertanya apakah ada tempat untuk menumpang hati (eh mandi), bapak dan ibu pemilik warung sudah menawarkan terlebih dahulu agar kita segera mandi. Akhirnyaaaa, mandi setelah 4 hari badan hanya tersentuh tissu basah dan mulut berkumur listerin, trimakasih bapak dan ibuuuk..

Setelah mandi, kita beristirahat sambil ngobrol dengan bapak ibu pemilik warung. Mereka banyak bertanya asal-usul kita dan bagaimana cerita pendakian yg kita lakukan kemarin. Satu persatu tetangga dan saudara datang dan ikut ngobrol. Ramah sekali orang-orang Lombok ini. Sama dengan Mas Deny, mereka juga menyayangkan mereka sebagai orang Lombok namun belum pernah sama sekali menapak tanah Rinjani, gunung tempat dimana mereka hidup di kakinya dari generasi ke generasi.

"Tapi Mbak Intan sama Mas Gangga kok terlihat masih segar ya, biasanya pendaki yg baru turun itu sudah lemah dan tak ada tenaga lagi lo mbak kalo sudah turun sampai sini", ucap bapak tetangga pemilik warung. Aku hanya tersenyum dan menjawab dalam hati "Gimana mau nggak seger pak, carrier saya dibawain sama porter pribadi hahhahaa. Kalo si porter pribadi mah, besok udah bisa ketemuan sama pacarnya lagi, makanya dia seger, wuuuuu 😏". 
Sementara Gangga sudah asik ngobrol sama teman barunya, saudara empunya warung yg ternyata juga pengurus mapala di universitas yg ada disana.

Beberapa orang di warung menghimbau kita agar Mas Deny menjemput lebih cepat. Karena ternyata sejak tanggal 13-16 April 2017 tengah diselenggarakan ajang balap sepeda dunia di NTB yaitu Mandalika Tour de Lombok, dimana pembalap dari seluruh dunia berkompetisi dalam balap sepeda itu, dan kebetulan pada tanggal itu rute balapan adalah Pantai Kuta Mandalika - Senaru. Dan kabarnya jalan utama sudah mulai ditutup. Orang-orang ikut panik mendengar bahwa pesawat kita terbang pukul 7 malam nanti, sedangkan jalan dibuka paling cepat jam 5 sore dan jarak Senaru-Bandara adalah minimal 3 jam. Waduh kok ya pas sekali ya momennya, pikirku. Bapak-ibu empunya warung (maaf lagi-lagi aku lupa nama kalian bapak-ibu yg super baiiik) meminta mas-mas mapala untuk mengantarkan kita menggunakan motor untuk menyusul Mas Deny agar lebih cepat menghindari penutupan jalan. Ternyata kebetulan ada kerabat mereka yang akan turun ke kota menggunakan mobil pickup. Mereka pun menyuruh kita untuk cepat bersiap dan naik ke mobil pickup.

Kita pun segera berkemas dan berpamitan dengan semua orang yang ada disana. Saat akan membayar, kita hanya diperbolehkan membayar makan dan minum yang telah kita ambil tadi dan harganya sama sekali tidak mahal. "Loh tadi kan kita mandi dan bersih-bersih lama sekali bu..", sanggahku. "Sudaaah ayo cepat berangkat Mbak Intan", kata si Ibu. Kita pun segera naik bak mobil pickup da melambai tersenyum seiring berlalu dari warung bapak-ibu.. Alhamdulillah.. Tak henti-hentinya aku bersyukur dalam perjalanan ini kita selalu bertemu dengan orang-orang yang sangat baik. Semoga Tuhan memberi balasan yang jauh lebih baik dari segala kebaikan kalian yaa, bapak, ibu, mas, mbak, adik, dan teman-teman semua..

Kami menikmati tiupan angin Desa Senaru di atas mobil pickup dengan carrier di pangkuan, sambil berlalu di sepanjang jalan yang telah dipasangi umbul-umbul dan baliho acara Mandalika Tour de Lombok.. Atmosfer 'pulang' dengan aroma 'perpisahan' dan gemercik 'senyuman' seketika kurasakan pada siang yang teduh Lombok waktu itu..


Maaak anakmu pulang maaaak

Setelah berhenti di meeting point dengan Mas Deny, kita mengucapkan terimakasih pada bapak-ibu yg akan ke kota menggunakan mobil pickup tadi. Tak lama Mas Deny dan Mas Lale telah tiba menghampiri kita dan langsung membawakan carrier. Kali ini mereka memakai pakaian biasa, ah padahal sudah berharap melihat mereka memakai pakaian adat yg keren seperti kemarin, hehehe..

Perjalanan menuju ke bandara memakan waktu hampir 4,5 jam karena harus putar ke sembalun untuk menghindari penutupan jalan. Itupun kita sudah terpontang-panting di dalam mobil karena Mas Deny nyetir super ngebut meskipun di jalanan kaki gunung yang berkelok-kelok dan penuh tikungan tajam. Kita juga sempat mampir ke toko oleh-oleh dekat bandara. Mas Deny dan Mas Lale menyayangkan kita yang belum menjelajah kota Lombok sama sekali, hanya Bandara - Rinjani, dan Rinjani - Bandara lagi, kemudian langsung kembali lagi ke Jawa. Semoga di lain waktu kita bisa berkunjung ke Lombok lagi dan bisa jumpa sama kalian lagi ya mas-mas yang baik.. 😊

19:00 WITA - Boarding tanpa kendala, pakai pakaian yg paling bersih (jumper hangat pakaian tidur di gunung), sepatu treking yg telah kita bersihkan seadanya-semaksimal mungkin yg kita bisa, semoga penampilan kita nggak parah-parah amat untuk duduk di kursi pesawat..


Sunburned skin but lightened heart  😇

Terimakasih ya Allah telah memberikan keselamatan, pelajaran, dan perjalanan yang menyenangkan..
Terimakasih mama dan ayah sudah diberi restu untuk naik kesini..
Terimakasih Gangga sudah mau nurutin keinginan mbaknya yg nyeleneh, grusah-grusuh, super dadakan, dan agak sedikit maksa (main beli tiket nggak pake diskusi tanggal) ..
Terimakasih bos aku yg super cantik dan baik, sudah diberi ijin cuti meskipun timingnya sangat nggak pas karena sebagian besar personil dinas ke luar kota, alhamdulillah atasan aku nggak seperti bos yg ada di iklan tr*veloka trus marah-marah "hah cuti ke Jepang? Tunda dulu dong!!!" 😂
Terimakasih teman-teman kantor yg sudah backup kerjaanku selama cuti..
Terimakasih teman-teman kelas F yg sudah bantuin UTSku karena kutinggal kabur ke Lombok..
Terimakasih teman-teman, sahabat dan keluarga baru yg sudah kasih banyak bantuan untuk kami di Lombok, sudah meramaikan perjalanan kami, semoga kita bisa berjumpa kembali ya, kalian baik sekali..
Terimakasih Rinjani, yg telah dengan ramahnya mengijinkan kami berkenalan dan singgah beberapa hari disana, kamu cantik sekali hey Rinjani..

Sudah-sudah, dikiranya lagi nulis halaman persembahan terima kasih di skripsi apa :'D

Semoga tulisan ini bisa ada sedikit manfaat buat teman-teman yg sudah menyempatkan membaca. Mohon koreksinya jika ada salah dalam informasi yang telah saya tulis 😊🙏
Mungkin beberapa hal yg bisa diperhatikan jika teman-teman punya rencana mendaki Rinjani adalah..
1. Perhatikan bawaan yg boleh dibawa dan tidak boleh dibawa di pesawat.
2. Trek gunung Rinjani lumayan berat, apalagi jika melalui jalur Senaru dan mampir ke Segara Anak. Jadi persiapkan fisik sebaik mungkin. Jangan seperti penulis yg minim persiapan fisik yaa :(
3. Estimasikan waktu pendakian lebih lama jika ingin turun ke Segara Anak. Waktu 4 hari 4 malam adalah sangat mepet, kalian pasti ingin tambah sehari semalam lagi untuk menikmati Segara Anak lebih lama.
4. Manfaatkan waktu di Plawangan untuk mendapatkan sinyal operator seluler jika membutuhkan koordinasi penjemputan di pos pendakian saat pulang. Namun hindari mengoperasikan hp saat cuaca buruk karena berisiko mengundang petir.
5. Trek saat summit sangat berpasir, memakai gaiter akan sangat bermanfaat.
6. Jaga barang dan makanan yg akan ditinggal dalam tenda di Plawangan-Sembalun untuk summit attack, usahakan tutup semaksimal mungkin, karena monyet di Plawangan-Sembalun sangat pintar, kemarin ada beberapa tenda yg kehilangan makanannya setelah turun summit.
7. Lengkapi smartphone dengan aplikasi Locus Map atau aplikasi sejenisnya yang telah dilengkapi peta pendakian untuk antisipasi terjadinya salah jalur atau tersesat.
8. WAJIB!!! Peralatan mendaki, camping, logistik dan P3K lengkap.
9. Setiap jengkal tanah di gunung Rinjani sangatlah indah, please jangan dirusak dengan sampahmu. Sampah organik tak apa untuk di kubur. Tapi secuil sampah non organik mutlak harus dibawa pulang. Nggak sulit dan nggak berat kok. Jangan lupa juga untuk memastikan sampah tabung gas yang akan kita buang sudah kosong, untuk memastikannya bisa dengan cara melubangi atau merusak tabung sebelum diserahkan di ppos.
10. Segera cari hari yang pas dan tandai tanggal di buku agendamu. Bulan depan, tahun depan, 2 tahun atau 5 tahun lagi tak masalah, tak akan lari gunung dikejar, rencanakan dengan matang, utamakan keamanan dan keselamatan, Rinjani akan selalu menunggumu untuk datang :)